Al Wara’ (Berhati-Hati dari Dosa)

Mar 14, 2023

Al Wara’ (Berhati-Hati dari Dosa)

Kata al wara’ artinya berhati-hati dari dosa. Dalam Alquran, sering dikatakan dengan istilah takwa.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, wara' menjadi warak yang berarti patuh dan taat kepada Allah.

Perbedaan antara warak dengan takwa hampir-hampir hanya secara lafal saja. Tapi intinya sama yaitu berhati-hati dari perbuatan maksiat dan dosa.

Hanya saja, dalam penggunaan sehari-hari, kata takwa digunakan untuk makna kualitas ketaatan kepada Allah. Sementara kata warak lebih kepada sikap berhati-hati dari segala yang berkaitan dengan dosa. Misalnya, seorang yang tidak mau mengunakan bank yang berbau riba baik berupa tabungan atau transaksi. Sikap ini disebut warak.

Sikap lain lagi adalah seorang yang tidak mau duduk berduaan dengan wanita yang bukan muhrimnya. Ini juga termasuk warak.

Di antara contoh sikap warak dalam Alquran adalah kisah Maryam yang menjaga kesucian dirinya dari perzinahan.

Allah berfirman, "Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami. Dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-Kitab-Nya dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat." (QS. At Tahrim: 12).

Dalam hadis sahih, disebutkan bahwa Rasulullah selalu membaca istighfar setiap hari minimal tujuh puluh sampai seratus kali padahal Allah telah menjamin ampunan dosa baginya. Itupun Nabi masih menegakkan shalat malam sampai bengkak kakinya. Perilaku mulia semacam itu diikuti oleh para sahabat-sahabatnya sehingga mereka bersungguh-sungguh menjauhi dosa sekecil apapun.

Dalam sebuah hadits lain, Rasulullah menyebutkan bahwa berhati-hati dari yang syubhat (keragu-raguan atau kekurangjelasan tentang sesuatu) adalah sebuah keharusan. Apalagi dari yang haram. Bahkan beliau menegaskan bahwa siapa yang jatuh dalam syubhat termasuk jatuh dalam yang haram.

Nabi mengumpamakan dengan seorang penggembala di wilayah perbatasan. Akan termasuk haram karena dikhawatirkan kambing gembalaannya makan yang bukan haknya (sebelahnya). Maka menjauhi yang syubhat termasuk contoh paling kongkrit dalam sikap warak.

Untuk mengetahui hakikat warak ini hanya satu kata kunci yang harus dipenuhi yaitu bersihnya hati. Sungguh hanya hati yang bersih seseorang bisa tahu apakah dirinya warak atau tidak. Karenanya Rasulullah, dalam lanjutan hadis di atas, menyingung tentang hati: bahwa tidak mungkin seorang yang hatinya kotor bisa mempunyai sikap warak.

Cara efektif untuk membangun sikap warak, Nabi mengajarkan agar membiasakan diri mengurangi sesuatu yang boleh supaya semakin jauh dari yang tidak boleh. Inilah makna hadis, "Tidaklah seorang hamba bisa mencapai derajat ahli takwa sampai ia meninggalkan apa yang boleh agar semakin terhindar dari apa yang haram." (HR. Turmidzi).

Sumber: Majalah OASE Lembaga Manajemen Infaq (LMI) Desember 2015

Sumber gambar: Image by 8photo on Freepik

---

Lembaga Manajemen Infaq (LMI) menjalankan proyek-proyek kebaikan sebagai jalan ke surga-Nya dan sebagai bekal & tabungan akhirat melalui platform infak.in dan wakafo.org

---

Tulisan ini tersimpan di Edukasi - Lembaga Manajemen Infaq (LMI)