Belum Capai Nishab, Tapi Ingin Berzakat?
Nov 03, 2024
Zakat merupakan sedekah wajib bersifat tahunan yang dibebankan atas harta yang mencapai nishab. Zakat disalurkan kepada para pihak yang memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai mustahik (penerima manfaat).
Secara fiqih, zakat hanya wajib dibayar apabila harta mencapai nishab. Dengan demikian, zakat tidak wajib atas harta apabila belum mencapai nishab. Adapun pemilik harta kurang dari nishab, secara fiqih, tidak diwajibkan berzakat. Dengan demikian, tidak berdosa apabila tidak menunaikan zakat.
Meskipun secara fiqih, pemilik harta kurang dari nishab tidak berkewajiban zakat, tetapi secara hakikat, ia membutuhkan ‘berzakat’.
Secara hakikat, zakat merupakan wahana pembuktian cinta seorang hamba kepada Allah swt. selaku al-mun'im (pemberi nikmat), media pembersihan harta dan diri, wujud syukur nikmat, dan jalan menuju barakah.
Setiap muslim baik kaya atau tidak kaya dituntut untuk lebih mencintai Allah dibanding hartanya, untuk membersihkan harta dan dirinya, untuk mensyukuri nikmat. Setiap muslim juga didorong untuk menggapai berkah atas hartanya.
Pertama, setiap muslim membutuhkan pembuktian cintanya kepada Al-Khaliq Al-Raaziq.
Ketika Allah memberi rezeki kepada manusia, Ia menginginkan agar para hamba cinta kepada Pemberi (Al-Mun'im). Allah tidak menginginkan manusia lebih mencintai nikmat daripada Pemberi Nikmat. Tetapi manusia lebih mencintai nikmat (termasuk harta) dengan kecintaan yang berlebihan (hubban jamman) (QS. Al-Fajr: 19) hingga menjadikannya kikir (QS. Al-Ma'arij: 21).
Sedekah merupakan bukti hati yang beriman dan cinta kepada Allah. Pemilik harta kurang dari nishab ketika menyedekahkan sebagian hartanya, secara fiqih, belum memenuhi kriteria zakat, tetapi secara hakikat, telah membuktikan cintanya kepada Allah.
Kedua, sedekah merupakan upaya membersihkan dan mensucikan diri dan harta.
Semua manusia membutuhkan tazkiyah (pembersihan) diri dan hartanya. Pembersihan diri dibutuhkan oleh orang kaya sekaligus orang miskin. Bagi pemilik harta kurang dari nishab, sedekah sunnah menjadi kebutuhannya untuk membersihkan dirinya.
Dengan demikian, orang kaya dan yang tidak kaya, yang bergaji besar atau kecil, beromset besar atau kecil, berpotensi melakukan kesalahan dan pelanggaran dalam bekerja, berinvestasi, atau berbisnis, dimungkinkan pada laba yang diperoleh, pada upah yang diterima, atau pada penghasilan yang didapat, terjadi percampuran unsur halal dengan haram. Pemilik harta kurang dari nishab butuh membayar sedekah guna membersihkan diri dan hartanya, meskipun secara fiqih, tidak disebut zakat.
Ketiga, sedekah menjadi media pembuktian syukur.
Mensyukuri nikmat hukumnya wajib. Mengingkari nikmat hukumnya haram dan tergolong kufur.
Kewajiban bersyukur tidak hanya dibebankan kepada penerima nikmat yang banyak (golongan kaya), para penerima nikmat yang tidak banyak juga diwajibkan syukur. Orang kaya dan orang miskin wajib bersyukur.
Cara mensyukuri nikmat harta adalah bersedekah. Itu disebut bersyukur dengan amal.
Al-Qur'an memerintahkan infak dalam segala situasi dan kondisi, "(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit..." (QS. Ali Imran: 134).
Para pemilik harta kurang dari nishab butuh untuk bersedekah sebagai syukur nikmat, meskipun secara fiqih, tidak disebut zakat.
Keempat, setiap muslim membutuhkan barakatul maal (harta berkah).
Barakah secara bahasa berarti kukuh (tsabat), penambahan (ziyadah), pertumbuhan (namaa'), dan kebahagiaan (sa'adah).
Ketika barakah melekat pada harta, harta itu bertambah, tumbuh secara material dan immaterial, serta adanya kebaikan ilahi pada harta itu. Pertambahan dan pertumbuhan harta ini mengundang kebahagiaan karena mengandung kebaikan yang berasal dari Allah.
Semuanya menginginkan awetnya harta, tambahan dan pertumbuhan harta, serta kebahagian dengan hartanya. Zakat, infak dan sedekah merupakan jalan barakah.
Bila pemilik harta kurang dari nishab melakukan sedekah, ia menempuh jalan barakah, meskipun secara fiqih, belum termasuk zakat.
Para pemilik harta kurang dari nishab membutuhkan pembuktian cinta kepada Allah, berkewajiban syukur nikmat, membutuhkan pembersihan hati dan harta, dan membutuhkan harta barakah.
Sedekah menjadi jalan bagi mereka untuk menunaikan kewajiban syukur dan kebutuhan cinta, tazkiyah, dan barakah.
Dngan sedekah itu, secara fiqih, tidak disebut zakat, tetapi pemilik harta kurang dari nishab telah mencapai ‘hakikat zakat’.
Oleh: Ustaz Dr. Ahmad Jalaluddin, Lc., MA, Dosen Ekonomi Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Sumber gambar: Image by jcomp on Freepik
Sumber: Majalah Zakato Edisi November 2024
---
Lembaga Manajemen Infaq (LMI) menjalankan proyek-proyek kebaikan sebagai bukti bakti kepada masyarakat dan sebagai bekal tabungan akhirat melalui platform infak.in dan wakafo.org
---
Tulisan ini tersimpan di Edukasi - Lembaga Manajemen Infaq (LMI)