
Rezeki: Harus Mencari atau Menunggu?
Oct 24, 2024
Rezeki merupakan harapan tiap manusia yang ditujukan kepada Allah swt karena Allah memang Zat Maha Pemberi Rezeki sebagaimana dalam Asmaul Husnanya: "Ar Rozaq."
Muncul pertanyaan klasik. Rezeki dicari atau ditunggu?
Sebelum menjawab, perlu disclaimer yaitu dua kata ini bukan untuk disilang tapi untuk disaling. Bukan untuk diversuskan tapi diselaraskan.
Bagaimana argumentasinya?
Pertama, rezeki itu dicari.
Mengapa dicari?
Karena saat Allah swt. sebagai Ar Rozaq, Allah pasti memberikan informasi terkait di mana, bagaimana, kapan, dan seperti apa rezeki itu. Semisal, firman Allah swt., "Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu." (QS. Ad Dzariyat: 22). Ditegaskan lagi pada Surat Hud ayat ke enam, "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya."
Ayat di atas dapat kita analogikan dengan lagu yang populer: "Cicak-Cicak di Dinding." Yuk, kita perhatikan teks lagunya.
"Cicak-cicak di dinding, diam-diam merayap." Maknanya cicak memang sudah mendapatkan janji rezeki dari Allah swt. Namun, cicak harus tetap merayap dengan diam-diam.
Inilah sebuah ikhtiar mencari rezeki. Bagaimana ikhtiarnya?
Ikhtiarnya dengan beribadah dan bekerja.
Mengapa beribadah termasuk ikhtiar?
Karena kita meminta kepada Allah swt. yang Ar Rozzaq, sedangkan interaksi terbaik kita kepada Allah swt. adalah dengan beribadah. Maka, jika ingin mendapatkan rezeki dari Allah, perbanyaklah ibadah.
Sebagaimana pesan lagu tadi "diam-diam merayap" itu identik dengan tenang dan kesendirian. Kondisi inilah yang paling nyaman digunakan untuk beribadah.
Setelah itu, baru "merayap." Itu berarti mengikhtiarkan dengan bekerja dan beraktifitas.
QS. Al Muzammil ayat 6 sampai 8 menceritakan perihal tersebut dengan "Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama Tuhanmu dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan."
Dilanjutkan dengan "datang seekor nyamuk." Dari ikhtiar itulah, Allah mendatangkan rezeki (nyamuk) untuk cicak.
Disebabkan apa?
Karena cicak merayap dengan diam-diam. Kalau rame-rame, ya kabur tuh nyamuk.
Lagu ini ditutup dengan kata, "hap lalu ditangkap." Rezeki itu datang. Rezeki itu pasti. Namun, jika tidak ada usaha untuk "hap" (untuk menangkap), tentunya rezeki itu tak akan bisa didapatkan dan dinikmati dengan diam dan statis.
Harus ada usaha. Hal itu tertegaskan oleh firman Allah swt., "Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QS. An Najm: 39)
Jadi, rezeki itu harus dicari dengan ikhtiar.
Kita sering mendapatkan petunjuk dari Allah untuk menambah rezeki semisal sedekah (QS. Al Baqarah: 261).
Bertakwa kepada Allah (QS. At Thalaq: 2).
Rajin mengamalkan kalimat istighfar (QS. Nuh: 10-11.
Dan juga dari kepemilikan anak (QS. Al Isra’: 31).
Serta dengan usaha berdoa sebagaimana doa dari Rasulullah saw., "Ya Allah. Cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu." (HR. Tirmidzi).
Kedua, rezeki itu ditunggu.
Lho, kok ditunggu?
Iya.
Sebenarnya jawaban pertama dan kedua berkorelasi. Ia tak bisa dipisahkan. Karena jika kita memisahkan kedua hal yang saling berkaitan, kita kan mengurangi akan substansi maknanya.
Semisal kata akil baligh. Hal ini berkaitan satu dengan yang lainnya.
Demikian kata lahir batin. la tak bisa dipisahkan.
Begitu pun dengan rezeki. la harus dicari dan ia harus di tunggu.
Begini argumennya. Rezeki itu beda dengan gaji. Rezeki itu tak selalu bisa dipastikan baik waktu dan bentuknya seperti apa. Namun, ia menjadi pasti. Bagi yang mampu menikmatinya, ia adalah rezeki.
Sedangkan gaji, ia pasti waktunya. Namun, belum tentu yang mendapatkan gaji, bisa menikmatinya.
Gaji itu dibatasi, rezeki itu tak terbatas.
Gaji itu bisa diduga nominalnya, rezeki tak tertuga.
Gaji itu dari perusahan, rezeki tentunya dari Allah swt.
Jadi, rezeki ini sifatnya mutlak Allah yang memberikan. Maka acapkali tidak langsung diberikan, cash tersampaikan, ataupun simsalabim (langsung terwujud rezeki Allah swt. untuk hamba-Nya).
Coba kita perhatikan. Ada orang bersedekah. Kira-kira kapan janji Allah melipat gandakan 700 kali lipat rezeki orang itu?
Apakah jeda 1 detik? Atau 1 menit?
Tentunya ada waktu jeda yang durasi waktu menunggu janji Allah itu kita tidak mengetahuinya.
Misal lainnya. Ada sosok yang Shalat Dhuha. Se-bakda salam, apakah ia mendapatkan janji Allah bagi pelaku Shalat Dhuha yaitu rezeki?
Belum tentu!
Mengapa Allah tidak langsung mewujudkan janji-Nya?
Karena "liyabluwakum ayyukum ahsanu 'amala" (QS. Al Mulk: 2). Karena Allah ingin menguji yaitu ujian keimanan terhadap janji Allah dan ujian terhadap ikhtiar yang terbaik.
Ikhtiarkan Rezeki dengan aturan Allah dan Rasulullah. Tunggu waktu tepatnya mendapatkan rezeki dengan keimanan terhadap janji-janji Allah.
Bittaufiqillah.
Oleh Ustaz Heru Kusumahadi, M.Pd.l., Pembina Surabaya Hijrah (KAHF)
Sumber gambar: Image by 8photo on Freepik
Sumber: Majalah Zakato Edisi Oktober 2024
---
Lembaga Manajemen Infaq (LMI) menjalankan proyek-proyek kebaikan sebagai bukti bakti kepada masyarakat dan sebagai bekal tabungan akhirat melalui platform infak.in dan wakafo.org
---
Tulisan ini tersimpan di Edukasi - Lembaga Manajemen Infaq (LMI)